Rabu, 09 April 2008

cerpen kacau

Kopi.

Susu.

Madu.

Mungkin tepat katanya bahwa aku sekarang butuh istirahat. Pikiranku sedang kacau dan tubuhku sudah mulai mengeluh,” Bolehkah aku istirahat, tuan?” Tentu, pikirku. Segera saja aku mampir ke dapur untuk membuat minuman. Bukan kopi, bukan susu atau bukan pula madu. Namun ketiganya, sebab aku mencampurnya.

Aku ambil kopi dan susu. Keduanya aku tempatkan pada panci. Aku tuangkan air panas dari tremos. Tidak banyak,dan cukup untuk mengisi gelas kopiku.

Aku kemudian menggodoknya kembali. Tidak aku aduk, aku biarkan susu dan kopi itu bercampur.

Aku tidak suka sesuatu yang langsung jadi. Aku tak percaya kalau air itu steril, jadi harus aku godok. Seperti mengenal wanita. Tidak sekali tatap. Tidak sekali pandang. Dan tidak hanya sekali bahagia.

Aku juga tidak suka mengaduk-aduk kopi. Aku ingin kopi dan susu itu menyatu dengan sendiri. Seperti cinta. Benar seperti cinta. “ Biarkan cinta datang dengan sendiri sehingga pergi pun dengan sendirinya.”katanya masih aku ingat.

Kopi itu akhirnya telah bercampur dengan susu. Seperti layaknya dua sejoli yang merajut cinta. Kopi dan susu. Buih pun naik. Ini tandanya air sudah mendidih. Mungkin keduanya sudah orgasme.Hmm…baunya harum.

Akhirnya aku tuangkan air kopi dan susu itu pada gelas kopi. Namun tunggu, tidak lupa aku campur madu ke dalamnya.

Benar. Madu sebuah perlambang dari kebahagiaan. Dia berasal dari sari bunga yang diambil oleh lebah menuju istananya untuk persembahan sang ratu. Madu adalah hadiah, adalah perjuangan.

Seperti kopi dan susu yang menyatu. Kasih dan sayang yang bertemu. Layaklah madu menjadi hadiahnya. Dua sejoli yang saling mencinta mendapat bahagia. “ Aku sudah merindukan itu sayang.”katanya yang tak aku lupa.

Saat ini barulah aku aduk kopisusu dan madu.

Ya. Aku aduk. Cinta yang sudah jadi haruslah selalu dipertemukan. Karena cinta yang sudah jadi akan bisa pergi jika tak di jaga. Aku aduk hingga menyatu.

Kemudian minuman itu aku teguk pelan-pelan. Manis. Pahit. Manis. Ada pula rasa asin. Entah dari mana.

“Kau pasti tau penyebabnya.”katanya. Kemudian aku rebahkan tubuh.

Ngruna, 27 maret 2008.

सर्पें सर्पें

“Maaf aku lupa , Sayang.”kataku dengan lirih.

Aku lupa sayang. Mawar itu masih tertinggal di atas meja komputerku. Hari ini aku memang sibuk. Maaf, aku lupa sayang.

Memang, kehadiranku saat ini untuk memberikan mawar yang telah aku janjikan padamu. Aku sudah menyiapkannya, baru aku petik mawar itu tadi pagi. Khusus untukmu. Warnanya putih, kau pasti suka. Aku tentu tahu. Sudah tiga tahun kita bersama. Hingga suatu hari, aku mampu memanggilmu ,”Sayang.” Tak pernah aku menyatakan “Aku mencintaimu.” Seperti anak laki-laki menyatakan cinta pada pacarnya.

“Tidak seperti cinta.”katamu. “Sebab cinta lebih indah dinyatakan dalam perilaku,bukan sekedar kata. Kata hanya sekedar merancaukannya.”katamu masih terlalu aku ingat.

Heran. Aku tidak melihat rupa marah pada wajahmu. Apa kau lupa pada janjiku? Kau hanya berkata,”Aku senang kau sudah datang.” Itu saja. Hatiku lega. Atau kau berharap aku memberimu kejutan pada akhir pertemuan. Tidak. Kali ini aku benar-benar lupa. Ini adalah kelupaan yang paling menjengkelkan.

Aku seorang pelupa, memang. Aku sering lupa membawakan buku yang aku pinjam pada temanku. Lupa membawakan VCD yang aku pinjam pada temanku. Namun semuanya berakhir pada perundingan dan kemudian mereka memaafkannya. Menurut mereka itu hal biasa dan terlalu biasa.

Saat ini beda. Aku tidak ingin dia tahu bahwa aku lupa. Tapi aku benar-benar lupa. Tiba-tiba dia tersenyum,” Hmm…kamu baik-baik saja kan. Bagaimana IP-mu masih diatas 3,00 kan?”. Dia memberondong pertanyaan yang biasa dia tanyakan setiap kita bertemu. Aku hanya mampu menjawab,” Ya.” Itu saja.

Terus saja dia menghiburku dengan obrolan layaknya dua sejoli yang lama tak bertemu. Kia saling senyum. Hanya saja, aku masih khawatir dia akan kecewa dengan kedatanganku tanpa setangkai mawar. Aku lupa sayang.

Hampir 2 jam kita bertemu dan saling bertukar cerita. Dia tidak juga mengungkit tentang mawar yang aku janjikan. Apakah benar dia juga lupa seperti aku? Tidak. Dia pasti ingat. Aku yakin. Mungkin, dia menutupinya. Apakah dia tahu bahwa aku benar-benar lupa?

Dia berikan HPnya padaku. “ Kau tadi salah kirim pesan ke HPq. Kelihatannya buat Ibumu.”katanya padaku. Tetap saja dia senyum.

“Bu, aku lpa bawa bunga di atas meja komp. Tolong di jagain ya! Sebab itu buat seseorang yang telah memesan mawar padaku. Maaf bu, mohon jangan sampai rusak. Aku berharap lain waktu tidak lupa.Terima kasih Bu.”

Dia tertawa. “Kau lupa bawakan aku mawar, ya.” Dia merasa tidak kehilangan sesuatu. Namun aku malu. Takut dia kecewa. Atau dia memang kecewa. Hanya memendamnya dengan senyuman.

Dia berikan aku sesuatu. Sebuah buku memori.”Ini untuk menulis janjimu padaku agar kau tak lupa.” Dia tersenyum. Aku masukan buku itu pada tasku. Aku menemukan kotak yang sebenarnya ingin aku berikan bersama bunga mawar hari ini. Aku lupa ,kapan aku menaruhnya?

Aku keluarkan kotak itu. Aku berikan padanya. Dia membukanya. Dia tersenyum. Dalam kotak itu ada bingkai fotonya yang kurangkai dengan tulisan,

Kita simpan kenangan ini dengan sederhana. Selayak kata menyimpan makna.

Seperti hati menyimpan cinta.

Seperti ibu menyimpan bayi dalam rahimnnya.

Wajahnya nampak senang ,seolah dia ingin mengecup keningku. Namun kita selalu tahu, kita bukan dua sejoli yang berpacaran. Kita hanyalah saling mencinta, saling menjaga.

“Maaf aku lupa sayang.”kataku dengan lirih.

Dia hanya diam dan tersenyum. Terlihat bahagia wajahnya. Dia cantik.

Ngruna, Karangsari Pengasih Kulonprogo.

7 april 2008.

Rabu, 02 April 2008

“ZET”
Mumpung jembar kalangané Ya suraka..surak horéé..
A Am C Am DmLir ilir, lir ilir tandure wis sumilir
C DmTak ijo royo – royo
F AmTak sengguh temanten anyar
Am Am C Am DmCah angon - cah angon penekno blimbing kuwi
C Dm F AmLunyu - lunyu peneen kanggo mbasuh dododiro
Am Am C Am DmDododiro - dododiro kumitir bedah ing pinggir
C Dm F AmDondomono jlumatono kanggo sebo mengko sore
G AmMumpung pandang rembulane
G AmMumpung jembar kalangane
C Dm F G AmSun surako surak hiyo
P: Sepertinya aku pernah mendengar lagu ini. Pada waktu yang sudah lampau sekali.
Aku jadi teringat tentang dedaunan yang hijau rindang , air yang mengalir dan anak –anak sedang bermain-main di tengah malam saat rembulan purnama tiba, saat tatanan kota belum menguasai zaman. Semua terasa asri, dedaunan terasa gurih, dan empuk.
Q: Kawan sedang apa kau di luar?
P: Diam. Kau mendengar lagu itu.
Q: Ya. Kawan ini adalah lagu yang aku rindukan, lagu yang aku nantikan. Lagu yang lama tak aku dengar. Kawan kau masih ingat waktu anak-anak bermain dan kita mengintip dari bawah. Ada warna ping,hijau,merah dan …
P: Diam. Ada yang sedang merindukan sesuatu.
Q: Merindukan sesuatu?
P: Ya. Ada yang merindukan ketentraman dan kesuyian.
Q: Maksudmu?
P: Seperti kau dan aku.
Q: Jadi ada yang merindukan daunan segar tanpa bahan kimia, lalu mayat yang empuk. Lalu mereka juga merindukan sampah tomat kesukaanku.
P: Tentu saja tidak. Kau itu bodoh sekali.
Q: Kau bilang mereka merindukan seperti apa yang kita rindukan. Lalu apa yang mereka rindukan dan siapa yang merindukannya.
P : Mereka merindukan diri mereka yang dulu. Air jernih yang mengalir, pepohonan yang rindang, dan pijakan hangat di saat mereka berjalan. Mereka adalah manusia.
Q : Apa, manusia? Tidak mungkin. Manusia tidak mungkin merindukan hal ini. Bukankah merekalah yang telah membuang kesunyian itu. Mereka telah rusak tempat-tempat kita. Mereka tanam beton-beton disela rumah-rumah kita. Mereka alirkan limbah busuk yang telah meracuni teman kita hingga mati. Kemudian mereka suguhkan mayat-mayat yang terasa pahit di lidah, dan mereka suguhkan juga pada kita daun-daun yang mengandung beribu bahan kimia. Apa kau lupa istrimu mati karena salah makan?
P : Cukup! Jangan kau ungkit masa lalu itu. Itu adalah takdir.
Q : Dan manusia jugalah takdir. Mereka ditakdirkan untuk merusak dan menguasai bumi diluar sana. Apakah kau tak pernah sadar tentang hal itu?
P : Tidak . Kau tidak akan pernah tahu tentang manusia. Karena kau hanya sembunyi di dalam bumi saja. Kau tidak mengerti bahwa di sela-sela keramaian bumi ada manusia yang sedang merindukan ketentraman dan kesunyian.
Q : Lalu apa urusan kita?
P : Kita butuh manusia itu. Kita temui dia dan kita minta bantuan padanya. Agar dia mampu kembalikan kehidupan kita yang dulu.
Q : Apa, menemui manusia? Itu berarti, kita keluar dari dalam bumi ini?
P : Ya. Kita keluar dari bumi ini.
Q : Tidak. Ini tidak mungkin. Kita tidak akan keluar dari bumi ini. Kita harus tetap ada di dalam. Ini akan bahaya jika kita keluar dari bumi ini. Kau sudah sinting!
P : Apakah kau tidak ingin perubahan. Apakah kau tak ingin seperti dulu. Kita bisa bebas keluar dan masuk ke dalam bumi. Apakah kau tak ingin tomat busuk yang segar?
Q : Tomat busuk yang segar? Wow…! Tidak! Aku tidak ingin keluar dari dalam bumi ini, aku tetap disini. Bukankah kita sudah janji kalau kita akan tetap berada di bumi ini. Derita dan sepi kita rasa bersama. Apa kau lupa?
P : Jika kau tak ingin pergi, aku akan pergi sendiri.
R : Siapa yang ingin pergi? Jadi kau ingin pergi (Q). Apa kau tahu bahwa diluar sana sangat berbahaya.
Q : Bukan aku tapi dia yang ingin pergi.
R : Apa? Kau yang ingin pergi. Bukankah kau yang telah membuat perjanjian bahwa kita akan tetap di bumi ini.
P : Aku membuatnya untuk kebaikan kita dan saat ini diluar sana ada manusia yang telah merindukan ketentraman dan kesunyian. Kita butuh dia dan ini juga untuk kebaikan kita.
R : Kawan. Diluar sana sangatlah berbahaya. Jika keluar dari dalam bumi maka kita semua akan berubah. Di luar sana adalah hidupnya para setan, sedang di dalam bumi adalah tempat peristirahatan . Di dalamnya penuh kesunyian dan ketentraman. Jika kau keluar maka kau akan bertemu dengan setan-setan. Nalarmu akan diisi dengan nafsu-nafsu keserakahan. Apakah kau lupa hal itu? Tetaplah kau di dalam. Ayolah masih banyak bangkai yang harus kita urai. Dan inilah takdir kita.
P : Tidak kita harus keluar. Ada manusia yang merindukan ketentraman.

Kemudian terdengar lagi lagu lir-ilir.

P : Coba kalian dengar lagu itu lagi.
Q : Lagu itu terdengar lagi.
R : Harapan, kenangan, hijau pepohonan, anak-anak yang bermain, berakhir pada kematian.
Q : Apa kau bilang?
R : Ada yang merindukan ketentraman diluar sana.
P : Ayolah kita segera keluar dari dalam bumi ini dan kita cari manusia yang merindukan ketentraman dan kesunyian itu. Ayolah sebelum lagu itu hilang kembali.
P+R : (segera pergi meninggalkan dalam bumi)
Q : Ah ! Mereka semua gila. Baiklah terpaksa aku harus menyusul,mereka.

Akhirnya mereka keluar ke permukaan bumi. Mencari manusia yang merindukan ketentraman.

R : Kita sudah berputar-putar lama sekali di permukaan bumi ini namun tidak juga kita menemukan manusia itu. Lebih baik kita kembali saja.
P : Tidak. Kita harus meneruskannya. Kita sudah tetapkan langkah, menoleh ke belakang adalah pengkhianatan.
Q : Tidak. Kadang menoleh ke belakang itu perlu. Jika langkah yang di tetapkan itu salah maka kita harus kembali pada jalan yang pertama.
P : Jalan yang pertama adalah jalan yang kosong tidak penuh dengan harapan dan impian.
Q : Dan langkah yang kau tetapkan adalah langkah kebodohan. Langkah kematian.
P : Tapi kau mengikutinya ...
Q : Karena aku ingin kau selamat. Agar kebodohan dalam otakmu bisa terhapus dan kau bisa kembali lagi pada jalan yang pertama. Kita harus pulang. Kita sudah ditakdirkan untuk kehilangan kebebasan. Dan di dalam bumilah tempat kita. Sedangkan di luar bukan tempat kita. Kita harus kembali. Menerima takdir yang sudah ditetapkan sejak awal.
P : Dan itu adalah kebodohan.
R : Diam. Apakah kalian tidak merasa bahwa kita sudah tersesat? Apakah kalian tahu di mana jalan pulang kita? Lubang menuju rumah kita. Sudahkah itu kalian sadari.
Q : Tunggu. Apakah kau ingat ketika kita berjanji bahwa kita tidak akan keluar dari dalam bumi. Apa yang kau katakan? Kau masih ingat.
P : Ya. Kita tidak akan bisa kembali lagi ketika kita keluar dari dalam bumi.
Q : Ha…ha..ha. Kita akan berada di sini selamanya kawan. Merindukan tomat busuk, celana dalam warna ping,hijau, hitam. Dan juga kita akan merindukan ketentraman di sini. Bukankah seperti itu maumu?
R : Kita harus menacari jalan pulang!
Q : Kita sudah terlambat.
P : Pasti ada kesempatan dibalik sebuah keterlambatan. Kita harus mencoba.
Q : Kau sempat bilang bahwa kita sudah tetapkan langkah, menoleh ke belakang adalah pengkhianatan.
R : Sudahlah. Saat ini bukan saatnya kita berdebat. Ayolah kita cari lubang dimana kita pulang!

Mereka mencari जलन पुलंग.

Jumat, 21 Maret 2008

प्रेस Release

IPNU-IPPNU Kulonprogo Gelar Diklat Jurnalistik


Pada hari Minggu, tanggal 23 Maret 2008 di Gedung Binangun, Komplek Pemda Kulonprogo, IPNU-IPPNU Kulonprogo mengadakan diklat Jurnalistik dengan tema “Sudahkan Anda Menulis dan Membaca?”

Diklat dengan pembicara Heri Purwata dari Republika, Umar Maksum dari Kedaulatan Rakyat dan LPM Ekspresi UNY ini dilaksanakan sebagai sarana mengkritisi rendahnya daya bacatulis pemuda di Kulonprogo. Suyanto sebagai ketua pelaksana kegiatan ini menyampaikan,”Kami merasa prehatin dengan kemalasan pelajar Kulonprogo untuk membaca dan menulis. Harapan kami, diklat ini mampu meningkatkan daya baca dan tulis bagi pelajar Kulonprogo.”

Diklat Jurnalistik ini dilangsungkan selama satu hari dengan beberapa kegiatan diantaranya adalah Stadium General dan Praktek Kepenulisan. Hal yang disampaikan dalam Stadium General yaitu tentang Hakikat Jurnalistik, Pencarian Berita dalam Jurnalistik dan Fungsi serta peran Jurnalistik dalam dunia pelajar. Selanjutnya peserta juga akan diajarkan bagaimana menulis berita sesuai dengan kaidah Jurnalistik. Dalam diklat ini nantinya peserta pun akan praktek menulis dan praktek mengoreksi tulisan kawannya.

Sukardi selaku penanggung jawab acara mengatakan, “ Dalam diklat ini peserta tidak hanya menjadi obyek, akan tetapi kami ingin lebih menuntut keaktifan peserta dalam diklat ini.”

Peserta yang mengikuti diklat ini hampir mencapai 40 orang yang berasal dari SMA/SMK dan mahasiswa se-Kulonprogo. Sebagian besar di antaranya adalah siswa SMA/SMK sedangkan untuk tingkatan mahasiswa lebih sedikit. “ Hal ini tidak bisa dipungkiri. Masalahnya jumlah Universitas di Kulonprogo di banding dengan jumlah SMA/SMK-nya kalah jauh, namun kami tetap beharap bahwa nantinya mahasiswa yang mengikuti diklat ini bisa menyesuaikan dengan anak SMA/SMK.”ungkap Siti Muthma’inah.

Tindakan yang dilakukan IPNU-IPPNU Kulonprogo untuk mengkritisi lemahnya daya baca tulis pelajar Kulonprogo tidak hanya dengan kegiatan ini saja. Diklat ini hanyalah langkah awal yang dilakukan oleh IPNU-IPPNU Kulonprogo, selanjutnya juga akan dilaksanakan Lomba Mading berbasis Jurnalistik tingkat SMA/SMK se-Kulonprogo pada tanggal 2 April 2008 mendatang. Muhammad Shodiq selaku ketua IPNU Kulonprogo menyampaikan,” Langkah kita tidak hanya sampai itu saja, selain akan mengadakan Lomba Mading berbasis Jurnalistik kami juga akan mengadakan pembuatan bulletin yang nantinya peserta diklat ini yang akan menggarapnya.”





Senin, 17 Maret 2008

सेर्तिफिकासी Guru

Sertifikasi Guru = Buah Si Malakama

Program sertifikasi dan pendidikan profesi guru sejauh ini belum menampakkan filosofi dan orientasi yang jelas.(Mohammad Abduhzen dalam Kompas 09 April 2007 )

Keraguan tentang manfaat sertifikasi guru mulai muncul setelah saya membaca kutipan di atas. Program yang digalakkan pemerintah di awal tahun 2007 ini, terasa mengambang tujuannya. Fokus dari program ini terlihat belum jelas dan terukur. Saya cenderung beranggapan bahwa program ini sekadar proses legalisasi tunjangan profesi guru. Maka maklum, ketika guru terlihat seperti gerombolan semut berebut sebutir gula menanggapi adanya program ini.

Dalam Media Indonesia tanggal 24 mei 2007 Departemen Pendidikan Nasional dengan hiperbolis mengungkapkan bahwa sertifikasi guru bertujuan untuk meningkatkan mutu guru dan mutu pengajaran yang bermuara pada peningkatan mutu pendidikan nasional. Bagi saya ini seperti cerita Si Pandir yang bercita-cita jadi orang kaya. Saya berfikir dari apa yang ditanyakan M.Abduhzen dalam tulisannya di kompas , “Apakah guru professional yang dimaksud adalah guru yang mampu menyukseskan siswanya dalam UAN?” Kalau memang sertifikasi guru hanya ditekankan pada hal tersebut maka saya yakin bahwa mutu pendidikan kita akan tetap rendah.

Saya sempat tergelitik ketika membaca tulisan di Radar Selasa,12 Februari 2008 bahwa untuk melengkapi persyaratan, guru melakukan kecurangan pemalsuan piagam penghargaan, pemalsuan tanda hadir dalam seminar dan pemalsuan jam mengajar. Realita ini membuat saya setengah prehatin dan setengah lucu. Saya jadi teringat penggalan pantun WS Rendra, guru kencing berdiri, murid kencing dibelakangnya.

Nasib pendidikan di Indonesia saat ini memang tak mampu lagi dipertaruhkan. Guru yang menjadi pioner dalam dunia pendidikan telah mencoreng-moreng nama baiknya sendiri. Pertanggung jawaban akan julukannya sebagai pahlawan tanpa tanda jasa begitu mudah diabaikan dan dilupakan. Maka sekali lagi saya tekankan, sertifikasi belum mampu merubah system pendidikan kita.

Sebesit pikiran yang hadir dalam benak saya, sebaiknya program sertifikasi guru ini dihapuskan. Ketika pemerintah ingin menyejahterakan guru maka bukan dengan cara yang seperti ini.Kita seharusnya ingat pesan bapak Suharto di zaman Orde lama, “Jangan memberikan ikan pada orang Indonesia namun berikanlah dia kail.” Dalam kata lain saya lebih sepakat apabila pemerintah lebih mencanangkan program pendidikan profesi bagi para guru. Hal ini dilandasi proses pengajaran guru terhadap murid belum mampu dinilai baik. Guru belum mampu mengajar dengan cara andragogis akan tetapi masih dengan cara pendagogis dan menganggap siswa sebagai batu yang dipahat.

Karya: Muhammad Shodiq (06201241037)